Mencerdaskan Bangsa melalui Pendidikan Islam
wordpress.com-- Melihat realitas bangsa yang ada, masalah pendidikan merupakan isu-isu hangat yang masih menjadi topik pembicaraan di berbagai kalangan kaum intelek masyarakat Indonesia yang ada hingga saat ini. Bagaimana tidak, ditahun 2007 ini, sistem pendidikan di Indonesia belum menunjukan adanya perbaikan kualitas, baik ditinjau dari segi sistem penyelenggaraan pendidikan ataupun pihak yang melaksanakan system pendidikan yang ada. Lihat saja ke anggaran sektor pendidikan yang diberikan pemerintah misalnya; sampai dengan tahun ini, anggaran pendidikan yang diberikan pemerintah tidak mencapai 10% dari total keseluruhan pengeluaran pemerintah. Hal tersebut sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan beberapa Negara tetangga seperti Malaysia 23%, Singapura 19%, Thailand 22%, dan Filipina 20%. Sebagai imbasnya, Negara-negara yang mengalokasikan dana lebih untuk pembangunan sektor pendidikan mulai memetik hasilnya dengan peningkatan kualitas SDM di dalam negeri. Berbeda dengan Indonesia, akibat dari minimnya anggaran pendidikan yang diberikan, maka berakibat fasilitas dan sarana-sarana yang digunakan sangat kurang, termasuk banyak juga guru yang hidup di bawah garis kelayakan. Padahal, kepada merekalah harapan perbaikan pendidikan di tumpukan. Kenyataan itulah yang selanjutnya melahirkan anak-anak bermasalah yang puncaknya adalah pada rendahnya kualitas SDM dan kinerja bangsa yang lemah.
Disisi lain, mandulnya kurikulum karena tidak berorientasi pada penumbuhan kemampuan berpikir kritis peserta didik agar secara kreatif menyiasati masa depannya, serta karakter kejiwaan yang unggul, mengarahkan pendidikan nasional pada kecenderungan negatif. Kecenderungan tersebut mulai terlihat pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang mulai timpang. Banyak kebijakan yang diterapkan pemerintah, seperti pemberlakuan kurikuum 1994 menggantikan 1984, yang mengesankan bahwa kebijakan tersebut hanyalah kebijakan tambal sulam yang dirumuskan pemerintah tanpa dilakukan dengan analisis dan pemikiran yang mendalam. Bahkan, seringkali kebijakan tersebut dilakukan tanpa persiapan yang memadahi yang menyebabkan kesenjangan dalam implementasi di lapangan. Dalam kasus perubahan kurikulum yang disebutkan diatas misalnya, kasus tersebut tentulah tidak bisa diterapkan begitu saja di sekolah. Kurukulum 1984 yang di konsepsikan untuk memberikan keleluasaan kepada guru agar bisa mengemas dan mengembangan materi pembelajaran yang lebih berbobot, ternyata mayoritas guru tidak bisa mengapresiasikannya. Di sana kompetensi guru menjadi faktor kendala utama.
Untuk mengubah dan memperbaiki itu semua harus dilakukan pendekatan integratif dengan mengubah paradigma serta unsur-unsur pokok yang menopang tegaknya sistem pendidikan. Sehingga, pendidikan akan memenuhi hakikat tujuannya, baik di tinjau dalam konteks individu, masyarakat, maupun negara. Jika di tinjau lebih mendalam, maka system pendidikan islam merupakan hal yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Kerangka dasar pendidikan islam mengatakan bahwa dalam konteks individu, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Karena dari pendidikanlah manusia akan memperoleh ilmu, Ilmu tersebut akan menjadi unsur utama penopang kehidupan. Lebih jauh dari itu, islam juga mendorong agar dengan ilmu itu manusia bisa menemukan kebenaran hakiki dan juga mampu mendayagunakan ilmunya di atas kebenaran itu. Sabda rasulullah SAW:
“Tuntutlah oleh kalian akan ilmu pengetahuan, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh. Sesungguhnya ilmu itu akan menempatkan pemiliknya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Ilmu adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat.” (HR. Ar Rabii’)
Tercantum juga dalam firman Allah swt:
“Allah niscaya mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan mereka yang berilmu pengetahuan bertingkat derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
Untuk mencapai suatu peradaban yang lebih maju, maka partisipasi peran aktif dari keseluruhan masyarakat sangatlah diperlukan. Hal itu tentu saja bisa dicapai ketika setiap insan dalam masyarakat telah berusaha untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya. Apabila masyarakat mampu telah menciptakan iklim yang kondusif untuk menyalakan pemikiran tiap insan yang ada di dalamnya secara terus-menerus, maka masyarakat tersebut akan tetap survive dan mampu menggapai cita-cita yang di idamkannya. Sebaliknya, maka niscaya masyarakat tersebut akan berangsur surut dan perlahan punah.
Atas dasar kerangka itu semua, maka Islam menggariskan bahwa setiap individu (muslim) diwajibkan menuntut ilmu., yaitu dalam artian menjalani proses pendidikan. Pada saat yang bersamaan, dilain pihak, Islam mewajibkan Negara menyelenggarakan pendidikan atau wajib belajar tanpa memungut biaya kepada rakyatnya dari jenjang pendidikan terendah (TK) hingga menengah (SMU). Untuk jenjang yang lebih tinggi, pemerintah harus memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapa saja yang berminat dan punya kecakapan intelektual, tidak menetapkan syarat yang menyulitkan, dan di usahakan seminim mungkin dalam penarikan biaya.
Adapun berkenaan dengan kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan, Islam menetapkan prinsip yang sederhana tapi sangat tegas dan jeas. Kurikulum pendidikan harus berlandaskan aqidah islamiyah, karenanya seluruh materi pembelajaran atau bidang study serta metodologi harus dirancang tanpa adanya penyimpangan dalam proses pendidikan dari asas tersebut sedikit pun. Strategi pendidikan di arahkan pada pembentukan dan pengembangan polapikir dan jiwa islami, yang nantinya akan membentuk karakter yang mumpuni . Semua disiplin ilmu di susun berdasarkan atas strategi ini. Membentuk kepribadian islam dan membekali individu dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia merupakan tujuan dari asasi pendidikan.
Sistem pendidikan yang ada saat ini merupakan cerminan atas realitas yang ada di bangsa saat ini. Berbagai usaha mungkin telah dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, anggapan dari masyarakat sampai saat ini masih lah pesimis akan usaha-usaha yang sedang ataupun telah dilakukan untuk membangun pendidikan bangsa ini. Dalam hal ini, Islam menawarkan solusi yang lugas dan logis tentang usulan pendidikan bangsa. Keampuhan dari system ini telah dibuktikan ketika zaman rasulullah SAW, dimana pada zaman tersebut telah membentuk generasi-generasi yang luar biasa yang nantinya berkontribusi pada kemajuan peradaban saat itu. Akankah bangsa ini mengikuti system itu? Kita tunggu saja kinerja-kinerja yang akan dilakukan pemerintah kelak.
Endy Nugroho
00.36
New Google SEO
Bandung, Indonesiawordpress.com-- Melihat realitas bangsa yang ada, masalah pendidikan merupakan isu-isu hangat yang masih menjadi topik pembicaraan di berbagai kalangan kaum intelek masyarakat Indonesia yang ada hingga saat ini. Bagaimana tidak, ditahun 2007 ini, sistem pendidikan di Indonesia belum menunjukan adanya perbaikan kualitas, baik ditinjau dari segi sistem penyelenggaraan pendidikan ataupun pihak yang melaksanakan system pendidikan yang ada. Lihat saja ke anggaran sektor pendidikan yang diberikan pemerintah misalnya; sampai dengan tahun ini, anggaran pendidikan yang diberikan pemerintah tidak mencapai 10% dari total keseluruhan pengeluaran pemerintah. Hal tersebut sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan beberapa Negara tetangga seperti Malaysia 23%, Singapura 19%, Thailand 22%, dan Filipina 20%. Sebagai imbasnya, Negara-negara yang mengalokasikan dana lebih untuk pembangunan sektor pendidikan mulai memetik hasilnya dengan peningkatan kualitas SDM di dalam negeri. Berbeda dengan Indonesia, akibat dari minimnya anggaran pendidikan yang diberikan, maka berakibat fasilitas dan sarana-sarana yang digunakan sangat kurang, termasuk banyak juga guru yang hidup di bawah garis kelayakan. Padahal, kepada merekalah harapan perbaikan pendidikan di tumpukan. Kenyataan itulah yang selanjutnya melahirkan anak-anak bermasalah yang puncaknya adalah pada rendahnya kualitas SDM dan kinerja bangsa yang lemah.
Disisi lain, mandulnya kurikulum karena tidak berorientasi pada penumbuhan kemampuan berpikir kritis peserta didik agar secara kreatif menyiasati masa depannya, serta karakter kejiwaan yang unggul, mengarahkan pendidikan nasional pada kecenderungan negatif. Kecenderungan tersebut mulai terlihat pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang mulai timpang. Banyak kebijakan yang diterapkan pemerintah, seperti pemberlakuan kurikuum 1994 menggantikan 1984, yang mengesankan bahwa kebijakan tersebut hanyalah kebijakan tambal sulam yang dirumuskan pemerintah tanpa dilakukan dengan analisis dan pemikiran yang mendalam. Bahkan, seringkali kebijakan tersebut dilakukan tanpa persiapan yang memadahi yang menyebabkan kesenjangan dalam implementasi di lapangan. Dalam kasus perubahan kurikulum yang disebutkan diatas misalnya, kasus tersebut tentulah tidak bisa diterapkan begitu saja di sekolah. Kurukulum 1984 yang di konsepsikan untuk memberikan keleluasaan kepada guru agar bisa mengemas dan mengembangan materi pembelajaran yang lebih berbobot, ternyata mayoritas guru tidak bisa mengapresiasikannya. Di sana kompetensi guru menjadi faktor kendala utama.
Untuk mengubah dan memperbaiki itu semua harus dilakukan pendekatan integratif dengan mengubah paradigma serta unsur-unsur pokok yang menopang tegaknya sistem pendidikan. Sehingga, pendidikan akan memenuhi hakikat tujuannya, baik di tinjau dalam konteks individu, masyarakat, maupun negara. Jika di tinjau lebih mendalam, maka system pendidikan islam merupakan hal yang sesuai untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Kerangka dasar pendidikan islam mengatakan bahwa dalam konteks individu, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Karena dari pendidikanlah manusia akan memperoleh ilmu, Ilmu tersebut akan menjadi unsur utama penopang kehidupan. Lebih jauh dari itu, islam juga mendorong agar dengan ilmu itu manusia bisa menemukan kebenaran hakiki dan juga mampu mendayagunakan ilmunya di atas kebenaran itu. Sabda rasulullah SAW:
“Tuntutlah oleh kalian akan ilmu pengetahuan, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah azza wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh. Sesungguhnya ilmu itu akan menempatkan pemiliknya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Ilmu adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan akhirat.” (HR. Ar Rabii’)
Tercantum juga dalam firman Allah swt:
“Allah niscaya mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan mereka yang berilmu pengetahuan bertingkat derajat. Dan Allah Maha mengetahui terhadap apa yang kamu lakukan.” (QS. Al-Mujadalah: 11)
Untuk mencapai suatu peradaban yang lebih maju, maka partisipasi peran aktif dari keseluruhan masyarakat sangatlah diperlukan. Hal itu tentu saja bisa dicapai ketika setiap insan dalam masyarakat telah berusaha untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya. Apabila masyarakat mampu telah menciptakan iklim yang kondusif untuk menyalakan pemikiran tiap insan yang ada di dalamnya secara terus-menerus, maka masyarakat tersebut akan tetap survive dan mampu menggapai cita-cita yang di idamkannya. Sebaliknya, maka niscaya masyarakat tersebut akan berangsur surut dan perlahan punah.
Atas dasar kerangka itu semua, maka Islam menggariskan bahwa setiap individu (muslim) diwajibkan menuntut ilmu., yaitu dalam artian menjalani proses pendidikan. Pada saat yang bersamaan, dilain pihak, Islam mewajibkan Negara menyelenggarakan pendidikan atau wajib belajar tanpa memungut biaya kepada rakyatnya dari jenjang pendidikan terendah (TK) hingga menengah (SMU). Untuk jenjang yang lebih tinggi, pemerintah harus memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada siapa saja yang berminat dan punya kecakapan intelektual, tidak menetapkan syarat yang menyulitkan, dan di usahakan seminim mungkin dalam penarikan biaya.
Adapun berkenaan dengan kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan, Islam menetapkan prinsip yang sederhana tapi sangat tegas dan jeas. Kurikulum pendidikan harus berlandaskan aqidah islamiyah, karenanya seluruh materi pembelajaran atau bidang study serta metodologi harus dirancang tanpa adanya penyimpangan dalam proses pendidikan dari asas tersebut sedikit pun. Strategi pendidikan di arahkan pada pembentukan dan pengembangan polapikir dan jiwa islami, yang nantinya akan membentuk karakter yang mumpuni . Semua disiplin ilmu di susun berdasarkan atas strategi ini. Membentuk kepribadian islam dan membekali individu dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan manusia merupakan tujuan dari asasi pendidikan.
Sistem pendidikan yang ada saat ini merupakan cerminan atas realitas yang ada di bangsa saat ini. Berbagai usaha mungkin telah dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, anggapan dari masyarakat sampai saat ini masih lah pesimis akan usaha-usaha yang sedang ataupun telah dilakukan untuk membangun pendidikan bangsa ini. Dalam hal ini, Islam menawarkan solusi yang lugas dan logis tentang usulan pendidikan bangsa. Keampuhan dari system ini telah dibuktikan ketika zaman rasulullah SAW, dimana pada zaman tersebut telah membentuk generasi-generasi yang luar biasa yang nantinya berkontribusi pada kemajuan peradaban saat itu. Akankah bangsa ini mengikuti system itu? Kita tunggu saja kinerja-kinerja yang akan dilakukan pemerintah kelak.
Perlunya Landasan Aqidah di Dunia Pendidikan
Posted by Endy Education Programs on Selasa, 24 Mei 2011
Membantu Anak Menyelesaikan Tugas Sekolahnya
Anak akan lebih berhasil di sekolah bila orang tuanya tertarik untuk membantu anak dalam menyelesaikan tugas sekolahnya. Ketertarikan orang tua akan tugas sekolah anak akan membuat anak merasa senang dan menyadari pentingnya untuk mengerjakan tugas sekolah. Tetapi bagaimanakah cara yang tepat dalam membantu anak menyelasaikan tugas sekolah? Apakah dengan mengerjakan semua soal begitu saja saat anak mengatakan tidak bisa? Ataukah dengan cara lain?
�
Langkah-Langkah Yang Dapat Dilakukan
* Guru adalah pengganti orang tua di sekolah. Karena itu berbicaralah dengan guru atau wali kelas anak anda bagaimana sebaiknya anda membantu anak dengan tugas sekolahnya.
* Ciptakanlah suasana di rumah yang mendukung anak untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Pastikan tempatnya belajar di rumah mempunyai cukup penerangan. Sediakan alat-alat tulis yang sekiranya diperlukan di tempat belajar anak tersebut.
* Jadwalkan waktu belajar yang teratur. Ada anak yang suka belajar sore hari tetapi ada pula anak yang lebih suka belajar malam hari setelah makan malam. Biarkan anak memilih sendiri waktu yang tepat baginya untuk belajar selama pilihan waktunya tersebut masih dalam batas wajar.
* Hindarkan semua hal-hal yang dapat mengganggu anak belajar. Ini berarti jauhkan anak dari televisi, musik bersuara keras dan telepon selama waktu belajarnya.
* Pastikan anak anda mengerjakan sendiri tugas sekolahnya. Anak-anak tidak akan pernah belajar dengan baik jika mereka tidak dibiasakan untuk berpikir sendiri dan biarkan mereka belajar untuk membuat kesalahan. Tetapi orang tua dapat memberi sedikit bantuan bila anak mengalami kesulitan dengan tugas sekolahnya. Bantulah anak dengan memberi petunjuk-petunjuk kecil bukan dengan mengerjakan tugasnya.
* Perhatikanlah kegiatan akademik anak. Tanyakan kepada anak tentang tugas, ujian, atau hal-hal penting lain di sekolahnya. Ini akan membuat anak senang. Beri tahukan kepada anak bahwa anda akan selalu siap membantunya bila ia menemui kesulitan.
* Berikan teladan yang baik. Apakah anak anda sering melihat anda membaca koran, menulis surat atau membaca buku? Anak-anak cenderung untuk menirukan perbuatan orang tuanya dari pada mengikuti nasihat orang tuanya.
* Berikan pujian kepada anak atas usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Hargai usahanya tersebut misalnya dengan menempelkan hasil ulangannya atau karya keterampilannya di pintu lemari es. Anda dapat menyampaikan keberhasilannya dalam bidang tertentu kepada kerabat-kerabat anda.
* Bila anak anda mempunyai masalah terus menerus dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya segera bicarakan hal tersebut dengan gurunya. Mungkin anak anda mengalami kesulitan dalam membaca tulisan di papan tulis karena temapt duduknya yang terlalu jauh.
(cfs/kidshealth.org)
Endy Nugroho
00.34
New Google SEO
Bandung, IndonesiaAnak akan lebih berhasil di sekolah bila orang tuanya tertarik untuk membantu anak dalam menyelesaikan tugas sekolahnya. Ketertarikan orang tua akan tugas sekolah anak akan membuat anak merasa senang dan menyadari pentingnya untuk mengerjakan tugas sekolah. Tetapi bagaimanakah cara yang tepat dalam membantu anak menyelasaikan tugas sekolah? Apakah dengan mengerjakan semua soal begitu saja saat anak mengatakan tidak bisa? Ataukah dengan cara lain?
�
Langkah-Langkah Yang Dapat Dilakukan
* Guru adalah pengganti orang tua di sekolah. Karena itu berbicaralah dengan guru atau wali kelas anak anda bagaimana sebaiknya anda membantu anak dengan tugas sekolahnya.
* Ciptakanlah suasana di rumah yang mendukung anak untuk mengerjakan tugas sekolahnya. Pastikan tempatnya belajar di rumah mempunyai cukup penerangan. Sediakan alat-alat tulis yang sekiranya diperlukan di tempat belajar anak tersebut.
* Jadwalkan waktu belajar yang teratur. Ada anak yang suka belajar sore hari tetapi ada pula anak yang lebih suka belajar malam hari setelah makan malam. Biarkan anak memilih sendiri waktu yang tepat baginya untuk belajar selama pilihan waktunya tersebut masih dalam batas wajar.
* Hindarkan semua hal-hal yang dapat mengganggu anak belajar. Ini berarti jauhkan anak dari televisi, musik bersuara keras dan telepon selama waktu belajarnya.
* Pastikan anak anda mengerjakan sendiri tugas sekolahnya. Anak-anak tidak akan pernah belajar dengan baik jika mereka tidak dibiasakan untuk berpikir sendiri dan biarkan mereka belajar untuk membuat kesalahan. Tetapi orang tua dapat memberi sedikit bantuan bila anak mengalami kesulitan dengan tugas sekolahnya. Bantulah anak dengan memberi petunjuk-petunjuk kecil bukan dengan mengerjakan tugasnya.
* Perhatikanlah kegiatan akademik anak. Tanyakan kepada anak tentang tugas, ujian, atau hal-hal penting lain di sekolahnya. Ini akan membuat anak senang. Beri tahukan kepada anak bahwa anda akan selalu siap membantunya bila ia menemui kesulitan.
* Berikan teladan yang baik. Apakah anak anda sering melihat anda membaca koran, menulis surat atau membaca buku? Anak-anak cenderung untuk menirukan perbuatan orang tuanya dari pada mengikuti nasihat orang tuanya.
* Berikan pujian kepada anak atas usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Hargai usahanya tersebut misalnya dengan menempelkan hasil ulangannya atau karya keterampilannya di pintu lemari es. Anda dapat menyampaikan keberhasilannya dalam bidang tertentu kepada kerabat-kerabat anda.
* Bila anak anda mempunyai masalah terus menerus dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya segera bicarakan hal tersebut dengan gurunya. Mungkin anak anda mengalami kesulitan dalam membaca tulisan di papan tulis karena temapt duduknya yang terlalu jauh.
(cfs/kidshealth.org)
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak :
1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.
2. Intelligensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
5. Status sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.
Pengaruh bermain bagi perkembangan anak :
* Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
* Bermain dapat digunakan sebagai terapi
* Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak
* Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
* Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
* Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak
Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak
A. Permainan Aktif
1. Bermain bebas dan spontan
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
2. Sandiwara
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.
4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.
B. Permainan Pasif
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.
http://ahkensepanjangmasa.blogspot.com/
Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak :
1. Kesehatan
Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.
2. Intelligensi
Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.
3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.
4. Lingkungan
Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.
5. Status sosial ekonomi
Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.
Pengaruh bermain bagi perkembangan anak :
* Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
* Bermain dapat digunakan sebagai terapi
* Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak
* Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
* Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
* Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak
Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak
A. Permainan Aktif
1. Bermain bebas dan spontan
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
2. Sandiwara
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.
3. Bermain musik
Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.
4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
5. Permainan olah raga
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.
B. Permainan Pasif
1. Membaca
Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
2. Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
3. Menonton televisi
Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.
http://ahkensepanjangmasa.blogspot.com/
Belajar = Bermain dan Bermain = Belajar
Sekolah bagi Edi tak ubahnya penjara. Ketika masih di TK, Edi tak pernah mau berangkat sekolah. Baginya, sekolah hanya menghalangi keasyikannya bermain. Akibatnya, Edi tak bisa membaca dan menulis serta selalau ‘fobia’ pada hal-hal yang berbau sekolah. Orangtua Edi dibuat resah oleh tingkah laku sang anak yang dianggap nyeleneh dari kebiasaan umum anak-anak seusianya. Apakah hal ini merupakan indikator bahwa Edi adalah anak yang malas? Ataukah justru jenis pembelajaran di sekolah yang menghalangi tumbuh kembangnya kecerdasan Edi?
Pertanyaan mulai terjawab ketika Edi memasuki tingkat sekolah dasar. Pada masa-masa awal bersekolah, Edi masih bermalas-malasan dan tidak semangat dalam mengikuti pelajaran. Untungnya guru-guru di SD tersebut mampu mengenali potensi kecerdasan Edi, yaitu kinestetis (gerak) dan spasial visual (ruang).
Metode pembelajaran klasikal-ortodoks yang mewajibkan anak didik duduk manis dan diam di sebuah ruang berukuran 5 x 15 m selama enam jam atau bahkan lebih tentulah sangat membosankan bagi seorang Edi yang sangat menyukai gerak dan ruang luas. Setelah menyadari jenis kecerdasan yang dimiliki Edi, para guru memberikan aktivitas yang membuat Edi senang dan tertarik mengikutinya seperti aktivitas learning by sport dan learning by painting.
Saat belajar bahasa Indonesia, Edi tidak lagi duduk di kelas dan mendengarkan guru ‘berceramah’. Edi bersama teman-teman dan guru bahasa Indonesianya keluar dari kelas dan berkeliling sekolah, mulai dari lapangan, tempat parkir, bahkan sesekali ke luar sekolah. Saat berkeliling itulah, guru mempersilakan Edi dan teman-temannya untuk secara bergantian menceritakan apa saja yang menurutnya menarik untuk diceritakan. Guru juga bercerita dan menjelaskan berbagai benda yang ditemui di jalan. Setelah itu barulah para siswa kembali ke kelas untuk menceritakan perjalanan yang baru saja dilakukan.
Alhasil, Edi mulai enjoy dengan sekolah karena kegiatan belajar dikemas sedemikian rupa sehingga Edi merasakan bahwa belajar adalah bermain dan bermain adalah belajar. Kini, sekolah adalah tempat bermain paling mengasyikkan bagi Edi dan murid-murid lain yang memiliki tipe kecerdasan yang sama dengan Edi. Bahkan, saking asyiknya dengan sekolah, pada saat sakit pun Edi masih ingin masuk sekolah untuk belajar. Luar biasa!
---
Kisah dari Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia (penulis: Munif Chatib), adalah sebuah contoh tentang keberhasilan dari pembelajaran sistem multiple intelligences.
Seandainya sekolah-sekolah di Indonesia sudah menerapkan Multiple Intelligences
Endy Nugroho
00.31
New Google SEO
Bandung, IndonesiaSekolah bagi Edi tak ubahnya penjara. Ketika masih di TK, Edi tak pernah mau berangkat sekolah. Baginya, sekolah hanya menghalangi keasyikannya bermain. Akibatnya, Edi tak bisa membaca dan menulis serta selalau ‘fobia’ pada hal-hal yang berbau sekolah. Orangtua Edi dibuat resah oleh tingkah laku sang anak yang dianggap nyeleneh dari kebiasaan umum anak-anak seusianya. Apakah hal ini merupakan indikator bahwa Edi adalah anak yang malas? Ataukah justru jenis pembelajaran di sekolah yang menghalangi tumbuh kembangnya kecerdasan Edi?
Pertanyaan mulai terjawab ketika Edi memasuki tingkat sekolah dasar. Pada masa-masa awal bersekolah, Edi masih bermalas-malasan dan tidak semangat dalam mengikuti pelajaran. Untungnya guru-guru di SD tersebut mampu mengenali potensi kecerdasan Edi, yaitu kinestetis (gerak) dan spasial visual (ruang).
Metode pembelajaran klasikal-ortodoks yang mewajibkan anak didik duduk manis dan diam di sebuah ruang berukuran 5 x 15 m selama enam jam atau bahkan lebih tentulah sangat membosankan bagi seorang Edi yang sangat menyukai gerak dan ruang luas. Setelah menyadari jenis kecerdasan yang dimiliki Edi, para guru memberikan aktivitas yang membuat Edi senang dan tertarik mengikutinya seperti aktivitas learning by sport dan learning by painting.
Saat belajar bahasa Indonesia, Edi tidak lagi duduk di kelas dan mendengarkan guru ‘berceramah’. Edi bersama teman-teman dan guru bahasa Indonesianya keluar dari kelas dan berkeliling sekolah, mulai dari lapangan, tempat parkir, bahkan sesekali ke luar sekolah. Saat berkeliling itulah, guru mempersilakan Edi dan teman-temannya untuk secara bergantian menceritakan apa saja yang menurutnya menarik untuk diceritakan. Guru juga bercerita dan menjelaskan berbagai benda yang ditemui di jalan. Setelah itu barulah para siswa kembali ke kelas untuk menceritakan perjalanan yang baru saja dilakukan.
Alhasil, Edi mulai enjoy dengan sekolah karena kegiatan belajar dikemas sedemikian rupa sehingga Edi merasakan bahwa belajar adalah bermain dan bermain adalah belajar. Kini, sekolah adalah tempat bermain paling mengasyikkan bagi Edi dan murid-murid lain yang memiliki tipe kecerdasan yang sama dengan Edi. Bahkan, saking asyiknya dengan sekolah, pada saat sakit pun Edi masih ingin masuk sekolah untuk belajar. Luar biasa!
---
Kisah dari Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di Indonesia (penulis: Munif Chatib), adalah sebuah contoh tentang keberhasilan dari pembelajaran sistem multiple intelligences.
Seandainya sekolah-sekolah di Indonesia sudah menerapkan Multiple Intelligences
Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz pada seorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian sesrius dan pengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiara yang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakan dengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan, sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala.
Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikut memikul dosa karenanya.
Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya. Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
• Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.
• Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.
• Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya memen-tingkan perut saja.
• Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.
• Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaumwanita.
• Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.
• Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.
• Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi n dan juga pelajaran fikih dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan menela-dani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak ber-kembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
• Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.
• Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan mengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.
• Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagia-kannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebar-kan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.
• Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.
• Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam ber-komunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.
• Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.
• Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.
• Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.
• Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyi-bukkan diri dengan kegiatan itu.
• Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.
• Melarangnya dari membangga-kan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.
• Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.
• Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.
• Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.
• Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.
• Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah.
• Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.
• Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.
• Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.
• Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.
• Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.
• Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).
Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan. Wallahu a’lam.
Dari mathwiyat Darul Qasim “tsalasun wasilah li ta’dib al abna’’” asy Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin rahimahullah . [Ubaidillah Masyhadi/alsofwah]
http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=464
Endy Nugroho
00.21
New Google SEO
Bandung, IndonesiaSebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikut memikul dosa karenanya.
Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya. Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:
• Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.
• Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.
• Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya memen-tingkan perut saja.
• Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.
• Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaumwanita.
• Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Demikian juga jika dia isbal (menjulurkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki). Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.
• Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.
• Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi n dan juga pelajaran fikih dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan menela-dani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak ber-kembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
• Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.
• Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan mengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.
• Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagia-kannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebar-kan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.
• Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.
• Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam ber-komunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.
• Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.
• Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.
• Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.
• Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyi-bukkan diri dengan kegiatan itu.
• Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.
• Melarangnya dari membangga-kan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.
• Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.
• Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.
• Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.
• Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.
• Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah.
• Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.
• Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.
• Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.
• Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.
• Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.
• Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).
Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan. Wallahu a’lam.
Dari mathwiyat Darul Qasim “tsalasun wasilah li ta’dib al abna’’” asy Syaikh Muhammad bin shalih al Utsaimin rahimahullah . [Ubaidillah Masyhadi/alsofwah]
http://www.kajianislam.net/modules/smartsection/item.php?itemid=464
A. Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia dengan bahasanya yang lemah lembut, balaghoh yang indah, sehingga al-Qur’an membawa dimensi baru terhadap pendidikan dan berusaha mengajak para ilmuwan untuk menggali maksud kandungannya agar manusia lebih dekat kepada-Nya.
Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat yang memberikan informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus (Q.S. Al-Israa: 19)
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِن ٌ فَأُوْلَائِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورا ً
“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukupkan Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi pengetahuan.
Al-Qur’an memberi petunjuk atau arah, jalan yang lurus mencapai kebahagiaan bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 16:
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَه ُُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِه ِِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاط ٍ مُسْتَقِيم
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan metafisika dan fisika.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia dalam surat Al-Dzariyat(51) ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Maksudnya Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdian kepada Allah (M. Quraish Shihab, 1994: 172).
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an yang akan mencoba menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan surat Luqman ayat 13-14.
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia dengan bahasanya yang lemah lembut, balaghoh yang indah, sehingga al-Qur’an membawa dimensi baru terhadap pendidikan dan berusaha mengajak para ilmuwan untuk menggali maksud kandungannya agar manusia lebih dekat kepada-Nya.
Petunjuk pendidikan dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi ia diungkapkan dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya perlu melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat yang memberikan informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus (Q.S. Al-Israa: 19)
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِن ٌ فَأُوْلَائِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورا ً
“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukupkan Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”
Petunjuk-petunjuknya bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak cukup untuk menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi pengetahuan.
Al-Qur’an memberi petunjuk atau arah, jalan yang lurus mencapai kebahagiaan bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 16:
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَه ُُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِه ِِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاط ٍ مُسْتَقِيم
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri kuasa oleh Allah sebagai penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat tersebut mensucikan diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan metafisika dan fisika.
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia dalam surat Al-Dzariyat(51) ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Maksudnya Allah tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil segala aktivitasnya sebagai pengabdian kepada Allah (M. Quraish Shihab, 1994: 172).
Pada makalah ini akan dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an yang akan mencoba menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep pendidikan yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 31-34, surat Al-Baqarah ayat 129 dan 151, dan surat Luqman ayat 13-14.
Albert Einstein. Mengapa gambar sang ahli fisika itu yang saya tampilkan dalam artikel ini? Ya, dialah sosok yang identik dengan kata JENIUS, atau bisa dibilang iconnya jenius.
Jenius atau Genius adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual / IQ yang tinggi dan seringkali dengan pemikirannya mereka menghasilkan suatu karya yang kreatif dan orisinal yang bahkan tidak terpikirkan sedikitpun oleh kebanyakan orang.
Memang ada banyak versi yang menjelaskan mengenai tingkat atau level IQ (Intellegence Quotient) orang sehingga layak menyandang predikat jenius. Namun tahukah anda bahwa ada beberapa tanda-tanda atau ciri orang jenius yang bisa kita lihat pada diri orang lain, atau pada diri kita sendiri.
Inilah tanda atau ciri orang jenius yang telah saya rangkum dari berbagai sumber :
Nah, bagaimana dengan anda? apakah termasuk manusia jenius? Jika anda tidak ada dalam tanda-tanda yang disebutkan diatas, jangan berkecil hati dulu. Ingat kata Thomas Alva Edison ,"Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% kerja keras". So, let us work hard!!!
Endy Nugroho
21.27
New Google SEO
Bandung, IndonesiaJenius atau Genius adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual / IQ yang tinggi dan seringkali dengan pemikirannya mereka menghasilkan suatu karya yang kreatif dan orisinal yang bahkan tidak terpikirkan sedikitpun oleh kebanyakan orang.
Memang ada banyak versi yang menjelaskan mengenai tingkat atau level IQ (Intellegence Quotient) orang sehingga layak menyandang predikat jenius. Namun tahukah anda bahwa ada beberapa tanda-tanda atau ciri orang jenius yang bisa kita lihat pada diri orang lain, atau pada diri kita sendiri.
Inilah tanda atau ciri orang jenius yang telah saya rangkum dari berbagai sumber :
- Mudah dan cepat menangkap apa yang dibicarakan orang meskipun seolah tidak memperhatikan pembicara (Lebih fokus pada auditory dibanding visualisasi). Cukup beberapa kata kunci yang didengar di awal, seorang jenius sudah mampu memahami seluruh isi materi yang disampaikan orang lain tanpa perlu memperhatikan sampai akhir.
- Memiliki kemampuan mengingat dan menghafal yang luar biasa. Seorang jenius dapat menghafal dengan cepat sesuatu yang dilihat dan didengar. Contohnya menghafal nomor telepon teman.
- Dapat berkonsentrasi dalam waktu yang lama pada hal-hal yang diminatinya.
- Sangat mudah bosan dengan rutinitas atau kegiatan yang tidak diminati. Seorang jenius mudah bosan dengan sesuatu yang sudah pernah dikerjakan atau dikenali.
- Tertarik pada hal-hal yang ekstrem. Seorang jenius juga tertarik dengan hal-hal berbau misteri, fantasi, spiritual, magic, mistik dan fiksi (misal UFO, misteri atau dunia Hantu, dsb).
- Cenderung melanggar aturan. Seorang jenius lebih suka melakukan hal dengan caranya sendiri dengan berperilaku tidak mengikuti kebiasaan lazim.
- Pemikiran orisinil. Seseorang yang jenius mulai dengan pemikiran yang terbuka, teratur, mengambil perspektif-perspektif baru, mampu menguraikan masalah dan menyatukannya kembali dengan cara yang lebih baik.
- Mensederhanakan perkara/ problem yang rumit.
- Lebih suka bergaul dengan yang lebih tua / dewasa, karena merasa lebih cocok, dengan bahasa dan bahan perbincangan yang belum banyak dipahami anak seusianya.
- Suka berfantasi, berinovasi dan membuat sesuatu/ penemuan baru yang belum dipikirkan orang sebelumnya.
- Dapat menyelesaikan puzzle yang rumit (semisal Sudoku, rubic atau complex games lainnya) atau soal yang bersifat matematis/angka2 dan mengutamakan logika, dalam waktu yang singkat.
- Konvensional dalam hal berbusana. Seorang jenius tidak terlalu memikirkan penampilan.(Lihat Albert Einstein :D).
- Punya rasa ingin tahu yang tinggi dan sangat banyak akal. Seorang jenius dapat memecahkan masalah yang bahkan belum pernah dihadapinya dengan cepat karena punya banyak ide untuk mendapat solusinya.
- Suka tantangan dan cakap dalam hitung-hitungan (Matematika).
Nah, bagaimana dengan anda? apakah termasuk manusia jenius? Jika anda tidak ada dalam tanda-tanda yang disebutkan diatas, jangan berkecil hati dulu. Ingat kata Thomas Alva Edison ,"Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% kerja keras". So, let us work hard!!!
Macam-macam Metode Pendidikan Islam
Sebelum kita membahas tentang macam-macam metode pendidikan Islam, maka terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pendekatan yang ada dalam metode pendidikan Islam, karena metode lahir untuk merealisasikan pendekatan yang telah ditetapkan.
Dalam Al-Quran, pendekatan tersebut menggunakan sistem multiple approach. Diantaranya adalah:
1. Pendidikan religius. Manusia dilahirkan memilliki fitrah (potensi dasar) atau bakat agama.
2. Pendekatan filosofis. Manusia adalah makhluk rasional atau berakal pikiran untuk mengembangkan diri dan kehidupannya.
3. Pendekatan rasio kultural. Manusia adalah makhluk bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga latar belakangnya mempengaruhi proses pendidikan.
4. Pendekatan scientific. Bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif dan afektif yang harus ditumbuhkembangkan.
Adapaun secara umum metode pendidikan Islam dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Metode ceramah, memberikan pengertian dan uraian suatu masalah.
2. Metode diskusi memecahkan masalah dengan berbagai tanggapan.
3. Metode eksperimen, mengetahui terjadinya proses suatu masalah.
4. Metode demonstrasi, menggunakan praga untuk memperjelas masalah.
5. Metode pemberian tugas, dengan cara memberi tugas tertentu secara bebas dn bertanggung jawab.
6. Metode sosiodrama, menunjukkan tingkah laku kehidupan.
7. Metode drillm mengukur daya serap terhadap pelajaran.
8. Metode kerja kelompok.
9. Metode tanya jawab.
10. Metode proyek, memecahkan masalah dengan langkah-langkah secara ilmiah, logis dan sistematis
Endy Nugroho
00.08
New Google SEO
Bandung, IndonesiaSebelum kita membahas tentang macam-macam metode pendidikan Islam, maka terlebih dahulu akan dijelaskan beberapa pendekatan yang ada dalam metode pendidikan Islam, karena metode lahir untuk merealisasikan pendekatan yang telah ditetapkan.
Dalam Al-Quran, pendekatan tersebut menggunakan sistem multiple approach. Diantaranya adalah:
1. Pendidikan religius. Manusia dilahirkan memilliki fitrah (potensi dasar) atau bakat agama.
2. Pendekatan filosofis. Manusia adalah makhluk rasional atau berakal pikiran untuk mengembangkan diri dan kehidupannya.
3. Pendekatan rasio kultural. Manusia adalah makhluk bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga latar belakangnya mempengaruhi proses pendidikan.
4. Pendekatan scientific. Bahwa manusia memiliki kemampuan kognitif dan afektif yang harus ditumbuhkembangkan.
Adapaun secara umum metode pendidikan Islam dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Metode ceramah, memberikan pengertian dan uraian suatu masalah.
2. Metode diskusi memecahkan masalah dengan berbagai tanggapan.
3. Metode eksperimen, mengetahui terjadinya proses suatu masalah.
4. Metode demonstrasi, menggunakan praga untuk memperjelas masalah.
5. Metode pemberian tugas, dengan cara memberi tugas tertentu secara bebas dn bertanggung jawab.
6. Metode sosiodrama, menunjukkan tingkah laku kehidupan.
7. Metode drillm mengukur daya serap terhadap pelajaran.
8. Metode kerja kelompok.
9. Metode tanya jawab.
10. Metode proyek, memecahkan masalah dengan langkah-langkah secara ilmiah, logis dan sistematis
Islam dikenal sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Namun Islam bukanlah hasil ijtihad atau pemikiran beliau saw. Akan tetapi langsung berasal dari Allah SWT. Di antara agama (syariat) yang pernah diturunkan Allah, Islam adalah yang agama terakhir yang paling sempurna seperti firman Allah SWT:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridloi Islam itu menjadi agama bagimu.” (Qs. Al-Maidah [5]: 3).
Kesempurnaan Islam ditandai antara lain dengan ketercakupan semua aktivitas manusia di semua aspek kehidupan di dalam aturan-aturannya, juga kemampuan Islam memecahkan semua masalah yang muncul di dalamnya. Tidak ada satu perbuatan manusia pun yang tidak ada aturannya dalam Islam.
Di dalam Islam telah ditetapkan bahwa setiap amal perbuatan harus terikat dengan aturan Islam. Firman Allah SWT:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 7).
Sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak didasarkan pada perintah kami, maka tertolak.”
Dengan demikian ajaran Islam sempurna dan kaum muslimin harus mengikatkan setiap aktivitasnya dengan aturan-aturan Islam yang sempurna, termasuk juga aktivitasnya dalam membentuk generasi mendatang yang berkualitas.
A. Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang: (1) memiliki kepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu pengetahuan (iptek) dan (4) memiliki ketrampilan yang memadai.
1. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah)
“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yang kubawa” (Hadist Arba’in An-Nawawiyyah)
Kepribadian Islam merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim dalam kehidupannya. Kepribadian Islam seseorang akan tampak pada pola pikirnya (aqliyah) dan pola sikap dan tingkah lakunya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam.
Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam sebagaiman yang pernah diterapkan Rasulullah Saw. Pertama, melakukan pengajaran aqidah dengan teknik yang sesuai dengan karakter aqidah Islam yang merupakan aqidah aqliyyah (aqidah yang muncul melalui proses perenungan pemikiran yang mendalam). Kedua, mengajaknya untuk selalu bertekat menstandarkan aqliyyah dan nafsiyyahnya pada aqidah Islam yang dimilikinya. Ketiga, mengembangkan aqliyyah Islamnya dengan tsaqofah Islam dan mengembangkan nafsiyyah Islamnya dengan dorongan untuk menjadi lebih bertaqwa, lebih dekat hubungannya dengan Penciptanya, dari waktu ke waktu.
Seseorang yang beraqliyyah Islam tidak akan mau punya pendapat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Semua pemikiran dan pendapatnya selalu sesuai dengan keislamannya. Tidak pernah keluar pernyataan: “Dalam Islam memang dilarang, tetapi menurut saya itu tergantung pada pribadi kita masing-masing.” Harusnya pendapat yang keluar contohnya adalah “Sebagai seorang muslim, tentu saya berpendapaat hal itu buruk, karena Islam mengharamkannya.” Ketika ia belum mengetahui bagaimana ketetapan Islam atas sesuatu, maka ia belum berani berpendapat mengenai sesuatu itu. Ia segera menambah tsaqofah Islamnya agar ia segera bisa bersikap terhadap sesuatu hal yang beru baginya itu.
Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku (bernafsiyyah) Islami adalah seseorang yang mampu mengendalikan semua dorongan pada dirinya agar tidak bertentangan dengan ketentuan Islam. Ketika muncul dorongan untuk makan pada dirinya, ia akan makan makanan yang halal baginya dengan tidak berlebih-lebihan. Ketika muncul rasa tertariknya pada lawan jenis, ia tidak mendekati zina, namun ia menyalurkan rasa senangnya kepada lawan jenis itu lewat pernikahan. Nafsiyyah seseorang harusnya semakin lama semakin berkembang. Kalau awalnya ia hanya melakukan yang wajib dan menghindari yang haram, secara bertahap ia meningkatkan amal-amal sunnah dan meninggalkan yang makruh. Dengan semakin banyak amal sunnah yang ia lakukan, otomatis semakin banyak aktivitas mubah yang ia tinggalkan.
Seorang yang berkepribadian Islam tetaplah manusia yang tidak luput dari kesalahan, tidak berubah menjadi malaikat. Hanya saja ketika ia khilaf melakukan kesalahan, ia segera sadar bertobat kepada Allah dan memperbaiki amalnya sesuai dengan Islam kembali.
2. Mengusai Tsaqofah Islam
“Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Qs. az-Zumar [39]: 9).
Berbeda dengan ilmu pengetahuan (science), tsaqofah adalah ilmu yang didapatkan tidak lewat eksperimen (percobaan), tetapi lewat pemberitaan, pemberitahuan, atau pengambilan kesimpulan semata. Tsaqofah Islam adalah tsaqofah yang muncul karena dorongan seseorang untuk terikat pada Islam dalam kehidupannya. Seseorang yang beraqidah Islam tentu ingin menyesuaikan setiap amalnya sesuai dengan ketetapan Allah. Ketetapan-ketetapan Allah ini dapat difahami dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah. Maka ia terdorong untuk mempelajari tafsir al-Qur’an dan mempelajari hadist. Karena al-Qur’an dan hadist dalam bahasa Arab, maka ia harus mempelajari Bahasa Arab. Karena teks-teks al-Qur’an dan hadist memuat hukum dalam bentuk garis besar, maka perlu memiliki ilmu untuk menggali rincian hukum dari al-Qur’an dan hadist yaitu ilmu ushul fiqh. Pada saat seseorang belum mampu memahami ketentuan Allah langsung dari teks Al Qur’an dan hadist karena keterbatasan ilmunya, maka ia bertanya tentang ketetapan Allah kepada orang sudah memahaminya, dengan kata lain ia mempelajari fiqh Islam.
Demikianlah Bahasa Arab, Tafsir, Ilmu Hadist, Ushul Fiqh, dan fiqh merupakan bagian dari tsaqofah Islam. Dengan tsaqofah Islam, setiap muslim dapat memiliki pijakan yang sangat kuat untuk maju dalam kehidupan sesuai dengan arahan Islam.
3. Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinyamalam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Ali-Imran [3]: 190).
Mengusai iptek dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik dan optimal di muka bumi ini. Lebih dari itu, Islam bahkan menjadikannya sebagai fardlu kifayah, yaitu suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti ilmu kedokteran, rekayasa industri, dan lain-lain.
4. Memiliki Ketrampilan Memadai
“Siapkanlah bagi mereka kekuatan dan pasukan kuda yang kamu sanggupi.” (Qs. al-Anfaal [8]: 60).
Penguasaan ketrampilan yang serba material, misalnya ketrampilan dalam industri, penerbangan dan pertukangan, juga merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh umat Islam dalam rangka pelaksanaan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagaimana halnya iptek, Islam juga menjadikannya sebagai fardlu kifayah. Harus ada yang menguasainya pada saat umat membutuhkannya.
B. Pendidikan Dilaksanakan Sesuai Tahap Perkembangan Anak
Ahmad Zaki Shaleh membagi lima fase perkembangan anak sebelum baligh yaitu:
1. Fase prenatal (sebelum lahir)
2. Masa bayi (0 – 2 tahun)
3. Masa awal kanak-kanak (3 – 5 tahun)
4. Pertengahan masa kanak-kanak (6 – 10 tahun)
5. Akhir masa kanak-kanak (10 – 14 tahun)
Keberhasilan pendidikan anak sampai masa awal kanak-kanak (balita) terutama ditentukan oleh pihak keluarga, karena banyak dilakukan oleh keluarga dan dalam lingkungan keluarga. Sedangkan mulai pada masa pertengahan kanak-kanak, anak mendapatkan pendidikan di sekolah maka strategi pendidikan yang diterapkan negaralah terutama menentukan pencapaian tujuan pendidikan anak sesuai yang digariskan Islam. Selain keluarga dan negara, pihak lain yang berperan dalam pendidikan anak adalah masyarakat.
C. Pendidikan dalam Keluarga
Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan pertama dan terutama bagi anak. Pendidikan di keluarga bertujuan membentuk fondasi kepribadian Islam pada anak, yang akan dikembangkan setelah anak masuk sekolah.
Pada fase prenatal terjadi pertumbuhan yang penting di dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rahimnya. Rangsangan yang diberikan ibu kepada anaknya dalam rahim sangat penting bagi perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi dengan anak sejak dalam rahim. Memasuki bulan keenam dan ketujuh masa kehamilan, bayi mulai mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suara usus dan paru-paru, dan juga suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketuban yang ada dalam rahim. Suara ibu adalah suara manusia yang paling jelas didengar anak, sehingga suara ibu selalu menjadi suara manusia yang paling disukai anak. Anak menjadi tenang ketika ibunya menepuk-nepuk perutnya sambil membisikkan kata manis. Hal ini akan menggoreskan memori di otak anak. Semakin sering hal itu diulang semakin kuat guratan itu pada otak anak. Kemampuan mendengar ini sebaiknya digunakan oleh ibu untuk membuat anaknya terbiasa dengan ayat-ayat al-Qur’an. Karena suara ibulah yang paling jelas, maka yang terbaik bagi anak dalam rahim adalah bacaan ayat al-Qur’an oleh ibunya sendiri, bukan dari tape atau radio atu dari yang lain. Semakin sering ibu membaca al-Qur’an selama kehamilan semakin kuatlah guratan memori al-Qur’an di otak anak.
Masa 0 – 2 tahun didominasi oleh aktivitas merekam sedang masa 3 – 5 tahun didominasi oleh aktivitas merekam dan meniru. Pada masa sekarang, umumnya perkembangan anak lebih cepat sehingga aktivitas meniru muncul lebih cepat. Pada masa-masa inilah lingkungan keluarga memberikan nilai-nilai pendidikan lewat kehidupan keseharian. Semua orang yang berada di lingkungan keluarga harusnya memberikan perlakuan dan teladan yang baik secara konsisten. Ketika anak sudah mulai bermain ke luar rumah pada masa 3 – 5 tahun keluarga harus sudah bisa membentengi anak dari nilai-nilai atau contoh-contoh buruk yang ada di luar rumah.
Menurut Fatima Hareen (1976), masa 3-10 tahun merupakan fase-fase cerita dan pembiasaan. Pada saat inilah terdapat lapangan yang luas bagi orangtua untuk menggali cerita-cerita AlQur’an dan sejarah perjuangan Islam. Anak mengenali sifat-sifat pemberani, jujur, dan mulia dari pejuang-pejuang Islam.
Masa 6 – 10 tahun adalah masa pengajaran adab, sopan santun, dan sifat-sifat ahlaq. Juga merupakan masa pelatihan pelaksanaan kewajiban-kewajiban muslim seperti sholat dan shaum.
Rasulullah Saw bersabda:
“Apabila anak telah mencapai usia 6 tahun, maka hendaklah ia diajarkan adab dan sopan santun.” [HR. Ibnu Hibban].
“Suruhlah nak-anakmu mengerjakan sholat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka pada usia 10 tahun bila mereka tidak sholat, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya (laki-laki dan perempuan).” [HR. al-Hakim dan Abu Dawud].
Masa akhir anak-anak (10-14 tahun) merupakan rentang usia di mana anak-anak umumnya memasuki masa baligh. Jadi masa ini anak-anak sudah dekat sekali atau bahkan sudah baligh. Karenanya pada masa ini pemberian tugas sudah harus dilengkapi dengan sanksi apabila mereka tidak menjalankan tugas yang diberikan. Setelah usia 10 tahun, walaupun mereka belum baligh, kita sudah harus memukul mereka agar mereka menjadi lebih disiplin dalam menjalankan sholat. Tentunya nasehat dalam bentuk verbal juga tidak ditinggalkan.
Demikianlah pendidikan dalam keluarga menyiapkan anak menjadi muslim YANG BERKUALITAS yang siap menjalankan semua taklif hukum dari Allah ketika ia memasuki usia baligh. Dari proses pendidikan yang digambarkan di atas dapat difahami bahwa sesungguhnya ibu bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab akan pendidikan anak di dalam keluarga. Namun memang tidak dapat disangkal bahwa ibu adalah pihak yang paling dominan pengaruhnya dalam keberhasilan pendidikan anak karena ialah orang yang pertama kali memberi warna pada anak. Selain itu ibu adalah pihak yang paling dekat dengan anak sehingga dialah yang paling mudah berpengaruh pada anak. Tidak aneh ketika Islam menempatkan ibu sebagai suatu posisi utama bagi seorang wanita. Tugas-tugas sebagai seorang ibu harus didahulukan pelaksanaannya apabila berbenturan dengan pelaksanaan dengan aktivitas lain.
D. Pendidikan Dalam Masyarakat
Hampir sama dengan pendidikan dalam keluarga, pendidikan di tengah masyarakat juga merupakan pendidikan sepanjang hayat lewat pengalamam hidup sehari-hari. Masyarakat Islam memiliki karakteristik tersendiri dalam membentuk perasaan taqwa di dalam diri individu. Masyarakat sangat berpengaruh dalam mengubah perilaku individu. Masyarakat Islam juga memiliki kepekaan yang tinggi sehingga mampu mencium penyelewengan individu dari jalan Islam dan segera meluruskannya. Dalam pengawasannya individu tidak akan berani melakukan kemaksiyatan secara terang-terangan.
E. Pendidikan di Sekolah
Di dalam Islam menuntut ilmu adalah wajib ‘ain sebagaiman sabda Rasulullah Saw:
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.”
Dalam hadist lain dikatakan:
“Jadilah kamu sebagai orang alim atau sebagai orang yang menuntut ilmu, atau sebagai orang yang mendengar ilmu, atau orang yang cinta terhadap ilmu. Akan tetapi janganlah kalian menjadiorang yang kelima (orang yang bodoh), nanti kalian akan binasa.”
Atas dasar ini maka negara wajib menyediakan pendidikan bagi warga negaranya. Pendidikan ini dilakukan di sekolah-sekolah. Ijma shahabat menunjukkan negara wajib memberikan pendidikan bebas biaya kepada setiap warga negara.
Karena menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim, maka sekolah tidak bisa dibatasi untuk anak-anak saja. Semua muslim yang sudah baligh harus mendapat jaminan melaksanakan kewajibannya menuntut ilmu. Sedangkan penyediaan sekolah untuk kepentingan terbetuknya generasi yang berkualitas dilakukan untuk anak-anak yang belum baligh sejak mereka berusia 7 tahun.
Untuk tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam yaitu membentuk manusia yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, iptek dan ketrampilan maka negara menerapkan sistem pendidikan.
Kurikulum yang digunakan tentunya bukan kurikulum yang sekuler seperti yang kita temukan saat ini di sekolah-sekolah di Indonesia. Pada kurikulum yang kita temukan saat ini, Islam tidak mewarnai mata pelajaran lain selain mata pelajaran agama Islam. Ketika anak belajar sejarah, ketatanegaraan, ekonomi, ilmu alam, dan yang lain-lain, mereka tidak menemukan kaitan antara pelajaran-pelajaran itu dengan aqidah Islam mereka, bahkan mereka menemukan adanya pertentangan. Mereka tidak mempelajari Siroh dan Tarikh Islam, namun mereka belajar tentang kejayaaan bangsa-bangsa yang menjajah kaum muslimin. Jika mereka belajar sejarah mengenai Islam , mereka mempelajari sejarah yang sudah diputarbalikkan oleh orientalis. Mereka belajar bagaimana negara kapitalis mengelola pemerintahan, bagaimana mereka mengelola ekonomi, sehingga mereka tidak mengenal sistem pemerintahan dan ekonomi Islam. Maka terbentuklah kehidupan mereka yang sekuler. Seharusnya aqidah Islam mewarnai semua mata pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah.
F. Tiga komponen kurikulum
Dalam kurikulum ada tiga komponen yaitu: komponen pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam, komponen tsaqofah Islam, dan komponen ilmu kehidupan (iptek dan ketrampilan). Contoh proporsi tiga komponen itu adalah 10: 45: 45.
Komponen kepribadian Islam diberikan secara konstan dan simultan dari jenjang pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Artinya pembinaan kekokohan aqidah, dorongan agar siswa selalu menstandarkan pemikiran, sikap dan tingkah lakunya dengan aqidah Islam dilakukan terus menerus. Perbedaan yang ada hanya antara tingkat dasar dan lanjutan disebabkan siswa di tingkat dasar umumnya siswa yang belum baligh sehingga lebih banyak materi yang menumbuhkan keimanan. Baru setelah baligh, materinya merupakan kelanjutan untuk memelihara keimanan, juga untuk meningkatkan keimanan dan keterikatan kepada hukum syara’.
Adapun komponen tsaqofah Islam dan ilmu kehidupan diberikan pada semua tingkat pendidikan (dasar sampai PT) secara bertingkat sesuai tingkat pendidikan.
KESIMPULAN
Þ Pendidikan Islam harus di-reorientasikan pada konsep dasarnya, yaitu merujuk kepada pandangan hidup Islam, yang dimulai dengan konsep manusia. Karena konsep manusia adalah sentral maka harus dikembalikan kepada konsep dasar manusia yang disebut fitrah.
Þ Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang: (1) memiliki kepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu pengetahuan (iptek) dan (4) memiliki ketrampilan yang memadai.
Þ Ahmad Zaki Shaleh membagi lima fase perkembangan anak sebelum baligh yaitu:
1. Fase prenatal (sebelum lahir)
2. Masa bayi (0 – 2 tahun)
3. Masa awal kanak-kanak (3 – 5 tahun)
4. Pertengahan masa kanak-kanak (6 – 10 tahun)
5. Akhir masa kanak-kanak (10 – 14 tahun)
Þ Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku (bernafsiyyah) Islami adalah seseorang yang mampu mengendalikan semua dorongan pada dirinya agar tidak bertentangan dengan ketentuan Islam.
Þ Pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada aspek kognitif (ta’lim) dan meninggalkan aspek afektif (amal dan akhlaq). Pendidikan yang terlalu intelektualistis juga bertentangan dengan fitrah. Al-Qur’an mensyaratkan agar fikir didahului oleh zikir.
Þ Menurut Imam al-Ghazzali adalah gila dan amal tanpa ilmu itu sombong. Dalam pendidikan Islam keimanan harus ditanamkan dengan ilmu, ilmu harus berdimensi iman, dan amal mesti berdasarkan ilmu.
Þ Mengusai iptek dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik dan optimal di muka bumi ini.
http://khairuddinhsb.blogspot.com
Jika makna pendidikan Islam telah terdistorsi oleh konsep-konsep dari Barat, maka konsepnya sudah tentu bergeser dari konsep dasar pendidikan Islam. Konsep pendidikan Islam mestinya tidak menghasilkan SDM yang memiliki sifat zulm, jahl dan junun. Artinya produk pendidikan Islam tidak akan mengambil sesuatu yang bukan haknya, atau meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya (zalim), tidak menempuh cara yang salah dalam mencapai tujuan (jahil) dan tidak salah dalam menentukan tujuan hidup.
Oleh sebab itu pendidikan Islam harus di-reorientasikan pada konsep dasarnya, yaitu merujuk kepada pandangan hidup Islam, yang dimulai dengan konsep manusia. Karena konsep manusia adalah sentral maka harus dikembalikan kepada konsep dasar manusia yang disebut fitrah. Artinya pendidikan harus diartikan sebagai upaya mengembangkan individu sesuai dengan fitrahnya. Seperti yang tertuang dalam al-A’raf, 172 manusia di alam ruh telah bersyahadah bahwa Allah adalah Tuhannya. Inilah sebenarnya yang dimaksud hadith Nabi bahwa “manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah..”
Fitrah tidak hanya terdapat pada diri manusia, tapi juga pada alam semesta. Pada keduanya Allah meletakkan ayat-ayat. Namun karena fitrah manusia tidak cukup untuk memahami ayat-ayat kauniyyah, Allah menurunkan al-Qur’an sebagai bekal memahami ayat-ayat pada keduanya. Pada ketiga realitas tersebut (diri, alam dan kalam Allah yakni al-Qur’an) terdapat ayat-ayat yang saling berkaitan dan tidak bertentangan. Oleh sebab itu jika manusia dengan fitrahnya melihat ayat-ayat kauniyyah melalui ayat-ayat qauliyyah, maka ia akan memperoleh hikmah.
Agar konsep dan praktek pendidikan Islam tidak salah arah, perlu disusun sesuai dengan fitrah manusia, fitrah alam semesta dan fitrah munazzalah, yaitu al-Qur’an. Jika proses pendidikan itu berjalan sesuai dengan fitrah, maka ia akan menghasilkan rasa berkeadilan dan sikap adil. Adil dalam Islam berarti meletakkan segala sesuatu pada tempat dan maqamnya. Artinya, pendidikan Islam harus mengandug unsur iman, ilmu dan amal agar anak didik dapat memilih yang baik dari yang jahat, jalan yang lurus dari yang sesat, yang benar (haqq) dari yang salah (batil).
Pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada aspek kognitif (ta’lim) dan meninggalkan aspek afektif (amal dan akhlaq). Pendidikan yang terlalu intelektualistis juga bertentangan dengan fitrah. Al-Qur’an mensyaratkan agar fikir didahului oleh zikir (Ali Imran 191). Fikir yang tidak berdasarkan pada zikir hanya akan menghasilkan cendekiawan yang luas ilmunya tapi tidak saleh amalnya. Ilmu saja tanpa amal, menurut Imam al-Ghazzali adalah gila dan amal tanpa ilmu itu sombong. Dalam pendidikan Islam keimanan harus ditanamkan dengan ilmu, ilmu harus berdimensi iman, dan amal mesti berdasarkan ilmu. Begitulah, pendidikan Islam yang sesuai dengan fitrahnya, yaitu pendidikan yang beradab
Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari lingkungan sosial dimana ia berada, bersamaan itu pula individu mulai menyadari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan, norma-norma/nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam berperilaku. Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu disebut moralitas. Dalam hal ini, Kohlberg mengemukakan tahapan perkembangan moralitas individu, sebagaimana tampak dalam tabel berikut :
Tingkat | Tahap |
Pre Conventional (0 – 9) | Orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman |
Relativistik hedonism | |
Conventional (9 – 15) | Orientasi mengenai anak yang baik |
Mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas | |
Post Conventional ( > 15 ) | Orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial |
Prinsip etis universal |
Perilaku konatif merupakan perilaku yang berhubungan dengan motivasi atau faktor penggerak perilaku seseorang yang bersumber dari kebutuhan-kebutuhannya. Freud (Di Vesta & Thompson dalam Abin Syamsuddin,2003) mengemukakan tentang tahapan-tahapan perkembangan perilaku yang berhubungan obyek pemuasan psychosexual, sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini :
Daerah Sensitif | Cara Pemuasan | Sasaran Pemuasan |
A. MASA BAYI DAN KANAK-KANAK (INFANCY PERIOD) | ||
Pre Genital Period | Infantile Sexuality | |
Oral Stage | Mulut dan benda | |
Early Oral | Menghisap ibu jari | Mulut sendiri, memilih dan memasukkanbenda kemulut Memilih benda dan digigitnya secara sadis |
Late Oral | Menggigit, merusak dengan mulut | |
Anal Stage | Dubur dan benda | |
Early Anal | Memeriksa dan memainkan duburnya | Memilih benda dan menyentuhnya/memasukkan ke dubur |
Late Anal | Memainkan dan memperhatikan duburnya | |
Early GenitalPeriod (phalic stage) | Menyentuh, memegang, melihat, menunjukkan alat kelaminnya | Ditujukan kepada orang tuanya (oediphus atau electra phantaties) |
B. MASA ANAK SEKOLAH (LATENCY PERIOD) | ||
No New Zone (tidak ada daerah sensitif baru) | Represi Reaksi formasi Sublimasi dan kecen- derungan kasih sayang | Berkembangnya perasaan–perasaan sosial |
C. MASA REMAJA (ADOLESENCE PERIOD) | ||
Late Genital Period | ||
Hidup kembali daerah sensitif waktu masa kanak-kanak | Mengurangi cara-cara waktu masa kanak-kanak | Menyenangi diri sendiri (narcisism) atau objek oediphus-nya Objek pemuasannya mungkin diri sendiri/sejenis (homosexual) atau lain jenis(heterosexual) |
Akhirnya,siap berfungsinya alat kelamin | Munculnya cara orang dewasa memperoleh pemuasan |
Piaget, seorang ahli psikologi kognitif, mengemukakan 4 (empat) tahapan perkembangan kognitif individu , yaitu:
1. Tahap Sensori-Motor (0-2)
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi fundasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 – 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis.
2. Tahap Pra Operasional (2–7)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
3. Tahap konkret-operasional (7-11)
Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
4. Tahap formal-operasional (11-dewasa)
Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan menggunakan hasil pengukuran tes inteligensi yang mencakup General Information and Verbal Analogies, Jones dan Conrad (Loree dalam Abin Syamsuddin M, 2001) menunjukkan bahwa laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai masa remaja, setelah itu kepesatannya berangsur menurun.
Puncak perkembangan pada umumnya tercapai di penghujung masa remaja akhir. Perubahan-perubahan amat tipis sampai usia 50 tahun, dan setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai dengan usia 60 tahun selanjutnya berangsur menurun.
Dengan berpatokan kepada hasil tes IQ, Bloom (1964) mengungkapkan prosentase taraf perkembangan sebagai berikut :
Usia | Perkembangan |
1 tahun | Sekitar 20 % |
4 tahun | Sekitar 50 % |
8 tahun | Sekitar 80 % |
13 tahun | Sekitar 92 % |
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari pada faktor fisik. Erikson dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005 mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian dengan kecenderungan yang bipolar:
- Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali bayi menangis.
- Masa kanak-kanak awal (early childhood ditandai adanya kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai-batas-batas tertentu anak sudahbisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di pihak laindia ga telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
- Masa pra sekolah(Preschool Age) ditandai adanya kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
- Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
- Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh kemampuan dan kecakapan–kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar terhadap kelompok sebayanya. Di antara kelompok sebaya mereka mengadakan pembagian peran, dan seringkali mereka sangat patuh terhadap peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
- Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa iniikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
- Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity – stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal – hal tertentu ia mengalami hambatan.
- Masa hari tua (Senescence)ditandai adanya kecenderungan ego integrity – despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali menghantuinya.
Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :
Developmental Stage | Basic Components |
Infancy Early childhood Preschool age School age Adolescence Young adulthood Adulthood Senescence | Trust vs Mistrust Autonomy vs Shame, Doubt Initiative vs Guilt Industry vs Inferiority Identity vs Identity Confusion Intimacy vs Isolation Generativity vs Stagnation Ego Integrity vs Despair |
Dengan melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya, pada saat-saat tertentu, individu akan meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya. Penghayatan seperti itu disebut pengalaman keagamaan (religious experience) (Zakiah Darajat, 1970). Brightman (1956) menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas kebaradaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari.
Abin Syamsuddin (2003) menjelaskan tahapan perkembangan keagamaan, beserta ciri-cirinya sebagai berikut :
1. Masa Kanak-Kanak Awal
- Sikap reseptif meskipun banyak bertanya
- Pandangan ke-Tuhan-an yang dipersonifikasi
- Penghayatan secara rohaniah yang belum mendalam
- Hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
- Sikap reseptif yang disertai pengertian
- Pandangan ke-Tuhan-an yang diterangkan secara rasional
- Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
- Sikap negatif disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat realita orang – orang beragama yang hypocrit (pura-pura)
- Pandangan ke-Tuhan-an menjadi kacau, karena beragamnya aliran paham yang saling bertentangan
- Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptik, sehingga banyak yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan dengan penuh kepatuhan
- Sikap kembali ke arah positif, bersamaan dengan kedewasaan intelektual bahkan akan agama menjadi pegangan hidupnya
- Pandangan ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
- Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran manusia
Perkembangan karier sangat erat kaitannya dengan pekerjaan seseorang. Keberhasilan seseorang dalam suatu pekerjaan bukanlah sesuatu yang diperoleh secara tiba-tiba atau secara kebetulan, namun merupakan suatu proses panjang dari tahapan perkembangan karier yang dilalui sepanjang hayatnya, mulai dari usaha memperoleh kesadaran karier, eksplorasi karier, persiapan karier hingga sampai pada penempatan kariernya.
Endy Nugroho
00.47
New Google SEO
Bandung, IndonesiaTylor & Walsh (1979) menyebutkan bahwa kematangan karier individu diperoleh manakala ada kesesuaian antara perilaku karier dengan perilaku yang diharapkan pada umur tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku karier yaitu segenap perilaku yang ditampilkan individu dalam usaha menyiapkan masa depan untuk memperoleh kematangan kariernya.
Selanjutnya, berkenaan dengan tahapan perkembangan karier, Zunker (Popon Sy. Arifin,1983) mengemukakan lima tahapan perkembangan karier individu, sebagaimana tampak dalam tabel berikut:
Tahap | Ciri-Ciri | Usia |
Growth | Development of capacity, attitudes, interest, and needs associated with self concept | (birth -14 or 15) |
Exploratory | Tentative phase in which choices are narrowed but not finalized | (15 – 24) |
Establishment | Trial and stabilization trhough work experiences | (25 – 44) |
Maintenance | A continual adjustment process to improve working position and situation | (45 – 64) |
Decline | Preretirement consideration, work out put, and eventual retirement. | (65 – …) |
oleh : Akhmad Sudrajat
1. Apa perkembangan individu itu?
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan – perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya.
2. Apa yang dimaksud dengan sistematis ?
Sistematis adalah bahwa perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara satu bagian dengan bagian lainnya, baik fisik maupun psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Contoh : kemampuan berbicara seseorang akan sejalan dengan kematangan dalam perkembangan intelektual atau kognitifnya. Kemampuan berjalan seseorang akan seiring dengan kesiapan otot-otot kaki. Begitu juga ketertarikan seorang remaja terhadap jenis kelamin lain akan seiring dengan kematangan organ-organ seksualnya.
3. Apa yang dimaksud dengan progresif ?
Progresif berarti perubahan yang terjadi bersifat maju, meningkat dan meluas, baik secara kuantitatif (fisik) mapun kualitatif (psikis). Contoh : perubahan proporsi dan ukuran fisik (dari pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar); perubahan pengetahuan dan keterampilan dari sederhana sampai kepada yang kompleks (mulai dari mengenal huruf sampai dengan kemampuan membaca buku).
4. Apa yang dimaksud dengan berkesinambungan ?
Berkesinambungan artinya bahwa perubahan pada bagian atau fungsi organisme itu berlangsung secara beraturan atau berurutan. Contoh : untuk dapat berdiri, seorang anak terlebih dahulu harus menguasai tahapan perkembangan sebelumnya yaitu kemampuan duduk dan merangkak.
5. Apa ciri-ciri perkembangan individu?
Perkembangan individu mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut :
1. Terjadinya perubahan dalam aspek :
- Fisik; seperti : berat dan tinggi badan.
- Psikis; seperti : berbicara dan berfikir.
2. Terjadinya perubahan dalam proporsi.
- Fisik; seperti : proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya.
- Psikis; seperti : perubahan imajinasi dari fantasi ke realistis.
3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama.
- Fisik; seperti: rambut-rambut halus dan gigi susu, kelenjar thymus dan kelenjar pineal.
- Psikis; seperti : lenyapnya masa mengoceh, perilaku impulsif.
4. Diperolehnya tanda-tanda baru.
- Fisik; seperti : pergantian gigi dan karakteristik sex pada usia remaja, seperti kumis dan jakun pada laki dan tumbuh payudara dan menstruasi pada wanita, tumbuh uban pada masa tua.
- Psikis; seperti berkembangnya rasa ingin tahu, terutama yang berkaitan dengan sex, ilmu pengetahuan, nilai-nilai moral dan keyakinan beragama.
6. Apa prinsip-prinsip perkembangan inidividu?
Prinip- prinsip perkembangan individu, yaitu :
- Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti.
- Semua aspek perkembangan saling berhubungan.
- Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan.
- Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas.
- Setiap individu normal akan mengalami tahapan perkembangan.
- Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu.
- Bagaimana pola atau arah perkembangan inidividu?
Arah atau pola perkembangan sebagai berikut :
- Cephalocaudal & proximal-distal (perkembangan manusia itu mulai dari kepala ke kaki dan dari tengah (jantung, paru dan sebagainya) ke samping (tangan).
- Struktur mendahului fungsi.
- Diferensiasi ke integrasi.
- Dari konkret ke abstrak.
- Dari egosentris ke perspektivisme.
- Dari outer control ke inner control.
8. Bagaimana tahapan-tahapan perkembangan individu?
Dalam berbagai literatur kita dapati berbagai pendekatan dalam menentukan tahapan perkembangan individu, diantaranya adalah pendekatan didaktis. Dalam hal ini, Syamsu Yusuf (2003) mengemukakan tahapan perkembangan individu dengan menggunakan pendekatan didaktis, sebagai berikut :
Masa Usia Pra Sekolah
Masa Usia Pra Sekolah terbagi dua yaitu (1) Masa Vital dan (2) Masa Estetik
- Masa Vital; pada masa ini individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu , Freud menyebutnya sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.Pada tahun kedua anak belajar berjalan sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun kedua umunya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya.
- Masa Estetik; dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Anak bereksplorasi dan belajar melalui panca inderanya. Pada masa ini panca indera masih sangat peka.
Masa Usia Sekolah Dasar
Masa Usia Sekolah Dasar disebut juga masa intelektual, atau masa keserasian bersekolah pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Masa Usia Sekolah Dasar terbagi dua, yaitu : (a) masa kelas-kelas rendah dan (b) masa kelas tinggi.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah(6/7 – 9/10 tahun) :
- Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi.
- Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan tradisional.
- Adanya kecenderungan memuji diri sendiri.
- Membandingkan dirinya dengan anak yang lain.
- Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting.
- Pada masa ini (terutama usia 6 – 8 tahun) anak menghendaki nilai angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun) :
- Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
- Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
- Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai mulai menonjolnya bakat-bakat khusus.
- Sampai usia 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
- Pada masa ini anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran tepat mengenai prestasi sekolahnya.
- Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Dalam permainan itu mereka tidak terikat lagi dengan aturan permainan tradisional (yang sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.
Masa Usia Sekolah Menengah
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja, yang terbagai ke dalam 3 bagian yaitu :
- masa remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial,
- masa remaja madya; pada masa ini mulai tumbuh dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya. Pada masa ini sebagai masa mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung dan dipuja.
- masa remaja akhir; setelah remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapai masa remaja akhir dan telah terpenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yang akan memberikan dasar bagi memasuki masa berikutnya yaitu masa dewasa.
Masa Usia Kemahasiswaan (18,00-25,00 tahun)
Masa ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal atau dewasa madya, yang intinya pada masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup.
9. Apa tugas perkembangan individu itu?
Havighurst (1961) mengemukakan bahwa : “ A developmental task is a task which arises at or about a certain period in the life of the individual, succesful achievement of which leads to his happiness and to success with later task, while failure leads to unhappiness in the individual, disaproval by society, difficulty with later task.
10. Tugas perkembangan apa yang harus dicapai pada masa bayi dan kanak-kanak awal (0,0–6.0) ?
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa bayi dan kanak – kanak awal (0,0–6.0) adalah :
- Belajar berjalan pada usia 9.0 – 15.0 bulan.
- Belajar memakan makan padat.
- Belajar berbicara.
- Belajar buang air kecil dan buang air besar.
- Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
- Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
- Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan alam.
- Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain.
- Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan pengembangan kata hati.
11. Tugas perkembangan apa yang harus dicapai pada masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah (6,0-12.0)?
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa kanak – kanak akhir dan anak sekolah (0,0–6.0) adalah :
- Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan permainan.
- Belajar membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk biologis.
- Belajar bergaul dengan teman sebaya.
- Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
- Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
- Belajar mengembangkan konsep-konsep sehari-hari.
- Mengembangkan kata hati.
- Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
- Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
12. Tugas perkembangan apa yang harus dicapai pada masa remaja (12,0-21.0)?
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja (21,0–21.0) adalah :
- Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
- Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
- Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
- Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
- Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
- Memilih dan mempersiapkan karier.
- Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
- Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara.
- Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
- Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
13. Tugas perkembangan apa yang harus dicapai pada Masa Dewasa Awal (21 – dst) ?
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa dewasa awal (21,0–dst) adalah :
- Memilih pasangan.
- Belajar hidup dengan pasangan.
- Memulai hidup dengan pasangan.
- Memelihara anak.
- Mengelola rumah tangga.
- Memulai bekerja.
- Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
- Menemukan suatu kelompok yang serasi.